Followers

animasi


DIRI Q

Foto Saya
//islam-di-indonesia-1991.blogspot..com
HAI,, Kenalin nama q Harnik.
Lihat profil lengkapku

kupu-kupu

Search

Archives

Search

RSS

Sabtu, 31 Desember 2011

VONIS ISLAM KTP


VONIS ISLAM KTP
 


Menta’yin (memvonis) seseorang sebagai Islam KTP, itu memiliki konsekwensi yang tidak ringan. Hal ini karena melihat manusia merupakan makhluk yang multidimensional, paradoksal dan monopluralistik. Kenyataan itulah yang kemudian mempengaruhi keberadaannya, yang tentunya, juga karena faktor nilai yang mungkin menjadi pilihan hidupnya. Dengan demikian, adanya ketidaksempurnaan seseorang dalam menjalankan agamanya, dalam hal ini agama Islam, bisa dikategorikan di antaranya:

1. Kesalahan tanpa disengaja.

Seseorang bisa saja melakukan tindak kekeliruan atau kesalahan yang tidak disengajanya. Ketidaksengajaan itu, merupakan sesuatu yang lazim, yang setiap orang pasti pernah demikian. Kesalahan-kesalahan yang dilakukan karena ketidaksengajaan, itu menjadikan dirinya tidak berdosa, dan Allah Swt maha tahu akan semuanya. Dengan kata lain, kelupaan tidak menjadikannya sebagai beban (taklif) sehingga divonis dengan suatu hukum. Misalnya:

Qs. Alahzab: 5: “dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu…”.

2. Karena Ketidaktahuan (Tanpa Ilmu)

Orang yang belum memiliki ilmu tersebut, atau orang yang sedang dalam ketidaktahuan, ketika dia melakukan suatu kesalahan yang dikarenakan kebodohannya, maka itu tidaklah bisa dijadikan orang tersebut salah. Hal ini karena, ketidaktahuan merupakan salah satu yang menjadikan penghalang seseorang terkena hukum. Kebodohan adalah pencegah (maani’) hukum. Juga mengingat, bahwasanya keimanan memiliki ikatan yang erat dengan pengetahuan (ilmu), yang pada sisi lain mengetahui yang diimani merupakan syarat keimanan kepada Alhaq (Allah Swt.). Ini juga pernah terjadi pada sahabat yang terkait dengan ketidaktahuan akan akidah sehingga menjadikannya salah, namun oleh baginda Rasulullah Saw tidak divonisnya, melainkan diajari (diberitahu/dididik) oleh beliau.

3. Karena Ketidakmampuan

Seseorang yang tidak memiliki kemampuan untuk menjalankan suatu syariat, oleh Allah Swt, tidak dikenai hukum, dan Allah memberikan suatu perintah kepada seseorang, itu sesuai kesanggupannya. Masalah ini, sangat individu sekali, meskipun terkadang juga terjadi secara kolektif. Mereka yang tidak mampu, hukumnya mereka disebut ahlu a’dzar (orang yang sedang memiliki udzur syar’i). Misalnya:


Qs. Almu’minun: 62:Kami tiada membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya, dan pada sisi Kami ada suatu kitab yang membicarakan kebenaran, dan mereka tidak dianiaya.


Qs. Albaqarah: 286 yang berbunyi: “Allah tidak akan membebani suatu jiwa kecuali sesuai dengan kemampuannya…”


4. Karena Adanya Paksaan

Pemaksaan merupakan salah satu alasan yang menjadikan seseorang ketika melakukan kesalahan tidak dikenai hukum. Misalnya, ada seseorang yang karena terancam dibunuh, kemudian mengucapkan kata-kata yang mengarah kepada kekafiran dirinya, jika selama di dalam hatinya orang tersebut masih istikomah dengan imannya, maka orang itu tidak dikenai hukum. Misalnya:

Qs. An-Nahl: 106 yang menyatakan: “Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah beriman (dia mendapat murka Allah), kecuali bagi orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tenang dalam beriman (dia tidak berdosa).”

Ctt: Meskipun ada hal-hal yang memberatkan (masyaqat) semisal beberapa yang ada di atas, namun demikian hukum yang pokok masih tetap ada.


BAHAYA MEMVONIS SESEORANG SEBAGAI ISLAM KTP

Dengan mengetahui, bahwasanya setiap orang memiliki tanggungjawab masing-masing, dengan keberagaman kondisi dan situasinya, sehingga memvonis seseorang dalam keilahiaan, adalah sangat berbahaya. Karena, hal ini bisa menjadikan perselisihan antar saudara, sesama muslim, sesama manusia, dst. Ini juga ditegaskan dalam Alquran dan Alhadits, misalnya:



“Melaknat seorang mukmin sama dengan membunuhnya, dan menuduh seorang mukmin dengan kekafiran adalah sama dengan membunuhnya.” (HR Bukhari).



“Siapa saja yang berkata kepada saudaranya,” Hai Kafir”. Maka akan terkena salah satunya jika yang vonisnya itu benar, dan jika tidak maka akan kembali kepada (orang yang mengucapkan)nya.” (HR Bukari dan Muslim).

“Tidaklah seseorang memvonis orang lain sebagai fasiq atau kafir maka akan kembali kepadanya jika yang divonis tidak demikian.” (HR Bukhari).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.